Khat Naskhi adalah tulisan yang sampai ke wilayah Arab Hijaz daam bentuknya yang paling akhir, setelah lepas dari bentuknya yang kuno sebelum masa kenabian . selanjutnya, gaya tulisan yang semakin sempurna tersebut digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat menyurat di zaman kekuasaan islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 hiriyah, pola-pola Naskhi bertambah indah bekat kodifikasi yang dilakukan Ibnu Muqlah (272-328 H). Para ahli sejarah beranggapan, bahwa Ibnu Muqlahlah peletak dasar-dasar khat Naskhi dalam bentuknya yang sempurna di zaman Bani Abbas.
Di zaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), usaha memperindah khat Naskhi mencapai puncaknya, sehingga terkenallah gaya yang disebut Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin mushaf Alquran di abad pertengahan Islam, menggeser posisi khat Kufi kuno yang banyak digunakan sebelumnya. Khat ini disebut Naskhi karena para khatta atau kaligrafer dan pengarang menulis (yunassikhun) mushaf Alquran dan pelbagai buku dengannya.
Naskhi adalah gaya tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam seperti sudut-sudut kufi. Sekatang huruf-huruf Haskhi menyebar di aneka penerbitan untuk mencetak buku, koran, dan majalah, bahkan meluas menjadi huruf-huruf komputer.
Dibandingkan gaya khat lain, Naskhi lebih mudah digunakan untuk mengajari pembaca para pemula. Ada kesepakatan, bahwa Naskhi membantu penulis menggoreskan penanya dengan sepat dibandingkan sulus, karena ukuran hurufnya yang kecil dan pertemuan secara jelas goresan-goresan memanjangnya, didukung oleh harmoni huruf-huruf dan keindahan posturnya. Secara keseluruhan, khat Naskhi terbagi kepada dua jenis yaitu : Khat Naskhi Qadim dan
Khat Naskhi Suhufi.





Naskhi Qadim atau kuno ialah gaya tulisan yang sampai kepada kita dari zaman Bani Abbas, kemudian diperindah oleh Ibnu Muqlah, diperindah oleh masyarakat Atabek, lalu dioah menjadi karya seni yang semakin sempurna oleh orang-orang Turki. Hingga sampailah kepada kita dalam bentuknya yang penuh pesona.
Para kattat sekarang secara tradisional menulis dengan gaya ini semata karena mengikuti kaedah dan asalmuasalnya yang lama, yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh para kakek kita dahulu, mecakup ukuran, ketinggian (5 titik), tipis-tebal garis horizontal dan vertikal, sampai bentuk-bentuk lengkungannya.


Naskhi Suhufi atau jurnalistik merupakan gaya tulisan yang terus benkembang bentuk huruf-hurufnya. Dinamakan Suhufi karena penyebarannya yang luas di lapangan jurnalistik (sahafah). Berbeda dengan Naskhi Qadim, yang lebih lentur dengan banyak putaran, Naskhi Suhufi cenderung kaku dan pada beberapa bagian mendekati bentuk Kufi karena memiliki sudut-sudut tajam.
Gaya tulisan yang memadukan Haskhi dengan Kufi ini kerap disebut Naskh-Kufi (paduan antara Naskhi-Kufi) dengan ciri-ciri umum sapuan horizontalnya sangat tebal dan sapuan vertikalnya sangat tipis dan pendek (3-4 titik.
Naskh-Kufi yang banyak diguakan di lapangan advertensi, plakat, poster, dan judul-judul tulisan di koran dan majalah telah masuk lingkup alfabet komputer sehingga jarang digoreskan langsung oleh tangan.




KHAT SULUS

Dinamakan Sulus karena ditulis dengan kalam atau pulpen yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (sulus) goresan kalam. Ada pula yang menamakan “khat Arab” karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya sesudah khat Kufi.
Untuk menulis dengan kahat Sulus, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira setengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk gaya Sulus ‘Adi dan Sulus Jali.
Khat Sulus yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan aneka media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari sudut kaedah maupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni.
Dalam rentan perjalanan sejarah, Sulus berkembang kepada beberapa gaya dengan mengambil nama-nama, diantaranya:
1.Khat Tumar
2.Khat Muhaqqaq
3.Khat Rayhani
4.Khat Tawqi’
5.Khat Riqa’ atau Ruqa
6.Khat Sulusaini
7.Khat Musalsal
8.Khat Sulus Adi
9.Khat Sulus Jali
10.Khat Sulus Mahbuk
11.Khat Sulus Mta’assir bil Rasm
12.Khat Handasani
13.Khat Sulus Mutanazhir

KHAT TUMAR

Tumbuh dan berkembang di masa pemerintahan Bani Umayyah, hasil ciptaa Qutbah al-Muharrir. Khat ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simpel. Tumar sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali Sulus alias “Sulus Besar” Tumar atau Tamur jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip) Khat Tumar artinya khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip.

KHAT MUHAQQAQ

Diciptakan oleh kaligrafer besar Ali ibnu Hilal yang lebih dikenal dengan Ibnu Bawab (w 413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer terpopuler setelah Ibnu Muqlah. Apabila kita perhatikan teks yang ditulis dengan khat Muhaqqa, sepintas nampak ditulis dengan Khat Sulus, karena perbedaan antara keduanya sangat samar dan hanya dapat diraba oleh seorang ahli yang cermat. Seiring pergeseran waktu, Khat Muhaqqaq semakin redup dan jarang digunakan sehingga posisinya diambil oleh khat Sulus.

KHAT RAYHANI

Pencipta gaya ini adalah kaligrafer besar Ali ibnu Hilal yang lebih dikenal dengan Ibnu Bawab (w 413 H), namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah (w 834 M) dari siapa nama tersebut diambil. Sumber lain mengasosiasikan Rayhani dengan kata rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan kepopularitasnya.

KHAT TAWQI’

Tawqi’ berarti tanda tangan, karena para Khalifah dan Perdana Menteri senantiasa menggunakan Tawqi untuk menandatangani pelbagai naskah mereka. Penciptanya adalah Yusuf al-Syajari (w 210 H/825 M), lalu dikembangkan oleh tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (w 1224 M) sebagai murid “generasi kedua Ibnu Bawab.
Yang membedakan Sulus dengan Tawqi’ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Turrah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultan-sultan Usmani dengan ukuran bervariasi.

KHAT RIQA’ ATAU RUQA’

Riqa’ jamaknya Ruq’ah artinya “lembaran daun kecil halus” yang digunakan untuk menulis khat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khafif Sulus. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riqa’ pun diolah pula dari Tawqi’. Ukuran Riqa’ lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah.

KHAT SULUSAIN

Gaya ini diciptakan pada jaman Bani Abbas oleh Ibrahim al-Syajari (w 200an H), saudara Yusuf al-Syajari. Ibrahim membuat kaidah Sulusain dari khat yang sudah ada sejak dahuluyaitu khat Jalil. Sulusain yang berarti “dua pertiga” karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam, sedikit lebih kecil dari khat Tumar yang ditulis sangat besar.

KHAT MUSALSAL

Diciptakan di jaman Bani Abbas oleh Al-Ahwal al-Muharrir dari keluarga Barmak. Sebagian huruf-huruf khat musalsal saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakan khat Mutarabbit yang berarti “saling ikat” atau “berikatan”

KHAT SULUS ADI

Yang pertama kali menciptakan Sulus Adi (Sulus biasa) di zaman Bani Abbas adalah Ibrahim al-Syajari di awal abad ke-3 H. dalam beberapa kamus besar bahasa Arab disebutkan, “anna al-sulusiyya min al-khuttut huwa al-galiz al-huruf” (sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit”.
Beberapa master terkenal di lapangan Sulus Adi adalah Mustafa Raqim, Hamdullah al-Amasi, Mahmud Jalaluddin, Hafidz Usman, Abdullah al-Zuhdi, Izzat Mustafa, Muhammad Syafiq, Badawi al-Daerani, Sayid Ibrahim, Mamdouh al-Syarif, Hamid al-Amidi, dan Najib Hawaweni.

KHAT SULUS JALI

Jali artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam khat Sulus Jali di sini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan dari pada lebar anatomi hurufnya pada Sulus Adi Dengan demikian, dalam Sulus Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis.
Khat Sulus Jali banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen. Beberapa master Sulus Jali yang terkenal antara lain adalah Ibrahim Alaudin, Ismail Haqqi, Mamdouh al-Syarif, Muhammad Syafiq, Ahmad Sabri, Muhammad Sami, Kamil al-Baba, Ahmad Kamil, Husni al-Baba, Hamid al-Amidi, dan Hasyim Muhammad.

KHAT SULUS MAHBUK

Mahbuk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian (husn al-tawzi’) dan aturan komposisi (ihkam al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengan tidak adanya gerombolan huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat yang lain kososng sehingga mendorong khattat memperbanyak dan mengisisnya dengan syakal dan hiasan untuk mencari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang straegis dan seharusnya.
Diantara para master terkenal dalam Sulus Mahbuk adalah Abdul Aziz al-Rifa’i, Muhammad Syafiq, Muhamad Syauqi, Abdullah al-Zuhdi, Ibrahim Alauddin, Muhammad Sami, Mamdouh al-Syarif, Husni al-Baba, dan Kamil al-Baba.

KHAT SULUS MUTA’ASIR BIL RASM

Islam datang kepada masyarakat yang kehidupan agamanya labil dan menyembah berhala. Karena itu, agama ini tidak langsung memberikan dorongan untuk menggambar mahluk hidup atau memampang gambar di dalam bangunan-bangunan penting seperti masjid, sekolah, kantor dan istana.
Untuk menyeimbangkan atara agaman dengan seni atau antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, sebagaian kaligrafer berusaha mengolah aksara Arab yang secara alamiah sangat lentur dan mudah dibentuk, mendorong mereka menciptakan gambar-gambar yang mengungkap kalimat-kalimat suci, sehingga kaligrafi seolah menjadi sarana menggambar.
Khat Sulus yang dipengaruhi gambar (muta’asir bil rasm) akhirnya diterima dan menjadi sangat populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang atau benda-benda lain. Diantara seniman kaligrafi paling populer di bidang ini antara lain, Mustafa Raqim, Hamid al-Amidi, Abdul Aziz al-Rifa’i, dan Walid Mahdi

KHAT SULUS MUTANAZIR

Mutanazir artinya saling pantul. Dinamakan pula kaht Sulus Mir’at alias cermin. Dinamakan Mutanazir atau Mir’at karena yang berada disamping kanannya memantul kesampng kiri, sehingga seakan diantara kedua sisis tersebut ada cermin. Sebutan lain untuk gaya ini adalah khat Ma’kus (memantul), Musanna (dua muka), dan Aynali (saling menatap.
Gaya khat ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila disapa “Assalamu’alaikum”, maka kita harus menjawab “Wa’alaikumussalam.
Para master yang ahli mengolah gaya Sulus Mutanazir antara lain, Muhammad Syafiq, Abdul Aziz al-Rifa’I, Hamid al-Amidi, Daud Bektas, Muhammad Fahmi Afandi, Ali Rezalian, dan Hasan al-Massoudy.

KHAT SULUS HANDASANI

Gaya khat ini merupakan Sulus yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan citarasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan (tanazhur, simetry) keserasian (insijam, harmony) dan pennyatuan (wihdah, unity) sebuah karya.
Para master terkenal di bidang ini adalah Abdul Aziz al-Rifa’I dan Hamid al-Amidi.